Kamis, 05 Mei 2011

makalah etika bisnis p tholib

MAKALAH ETIKA BISNIS

TEMA  :  PENDIDIKAN MORAL
JUDUL :  PENDIDIKAN MORAL & BUDI PEKERTI DALAM PENDIDIKAN FORMAL

Oleh  Kelompok III  : Haryana,Baegaqi,M Solikin,Munadharoh

                                                      KATA-PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT  yang telah memberikan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Beriring salam tidak lupa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari yang tidaktahu menjadi tahu sehingga kita bisa membedakan antara baik dan buruk.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Makalah Etika Bisnis yang berjudul tentang : P
endidikan Moral & Budi Pekerti dalam Pendidikan Formal
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Aminn. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan agar makalah ini lebih sempurna .

                                                 BAB I PENDAHULUAN

Penulisan makalah ini terinspirasi oleh statemen yang dilontarkan oleh  James Cahya Riady Ketua Yayasan Pelita Harahap Bahwasanay sekolah  yang baik adalah  sebuah sekolah/lembaga yang mampu mencetak  peserta didiknya  tidak hanya menjadi orang pintar akan tetapi juga mampu mencetak peserta didiknya  untuk memiliki  moral akhlak budi pekerti yang baik. Lebih lanjut James Mengatakan kalau alumni dari sebuah sekolah / lembaga pendidikan  mempunyai  prinsip penggabungan antara aspek kognitif, afektif.psikomotorik atau etitude akan lebih baik  dibanding  mereka / sekolah yang hanya mencetak orang pintar saja  atau hanya mengedepankan aspek cognitifnya. Kalau mereka/peserta didik  atau alumni mempunyai moral, budi pekerti yang baik  maka mereka akan peduli ketika  kawan , saudara  dan di lingkunganya terjadi sebuah musibah baik itu bencana alam dan musibah musibah lainya.
Masalah-masalah moral yang serius dihadapi oleh bangsa Indonesia antara lain menyangkut persoalan kejujuran, kebenaran, keadilan, penyelewengan, adu domba, fitnah, menipu, mengambil hak orang lain, menjilat dan perbuatan-perbuatan maksiat lain. Mengapa pendidikan moral perlu dikedepankan? Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu. Oleh karena itu, pendidikan nilai yang mengarah pada pembentukan moral yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya.
Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja ( Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993).
Berdasarkan uraian diatas maka akan kami uraikan  permasalahan  permasalahan pendidikan moral di dalam makalah ini .


                                                    BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan/pendidikan Islam
Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuk kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian lain Pendidikan Islam merupakan suatu bentuk kepribadian utama yakni kepribadian muslim. kepribadian yg memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dgn nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam merupakan pendidikan yg bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yg bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikan adl mewujudkan tujuan ajaran Allah (Djamaluddin 1999: 9).
Menurud Azumardi azra Pendidikan adalah Pendidikan Manusia seutuhnya baik lahir maupun batin . dari pengertia di atas maka dapat di simpulkan bahwa pendiddikan yang baik adalah  pendidikan yang tidak hanya  memberi ilmu pengetahuan saja tapi juga menyangkut moral .
B. Urgensi Pendidikan Moral di Sekolah
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont).
Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa. Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan,2000,P.74).
Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku-moral-(Lickona,1992.P.53)
Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari.
Reformasi moral merupakan suatu keharusan untuk melandasi reformasi pada dimensi apapun, lebih-lebih pada sektor pendidikan. Ini mengingat bahwa jauh sebelum reformasi digulirkan, masalah-masalah moral sudah menjadi persoalan yang banyak menyita perhatian, terutama dari pendidik, alim ulama, pemuka masyarakat, dan orang tua. Meskipun usaha untuk mengatasi masalah moral telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum menggembirakan.
Seperti telah dikemukakan Zakiah Daradjat lebih dua puluh tahun lalu (1977), usaha untuk menanggulangi kemerosotan moral telah banyak dilakukan, baik oleh lembaga keagamaan, pendidikan, sosial, dan instansi pemerintah. Namun kemerosotan moral semakin menjadi-jadi, tidak saja terbatas pada kota besar melainkan juga sampai ke pelosok-pelosok desa terpencil.
Dikatakan  juga mengapa pendidikan moral perlu dikedepankan? Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan kehidupan akan sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu. Oleh karena itu, pendidikan nilai yang mengarah pada pembentukan moral yang sesuai dengan norma-norma kebenaran menjadi sesuatu yang esensial bagi pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya. Ini mengingat bahwa dunia afektif yang ada pada setiap manusia harus selalu dibina secara berkelanjutan, terarah, dan terencana sehubungan dengan sifatnya yang labil dan kontekstual.
Sasaran pendidikan nilai pada umumnya dapat diarahkan untuk (a) membina dan menanamkan nilai moral dan norma, (b) meningkatkan dan memperluas tatanan nilai keyakinan seseorang atau kelompok, (c) meningkatkan kualitas diri manusia, kelompok atau kehidupan, (d) menangkal, memperkecil dan meniadakan hal-hal yang negatif, (e) membina dan mengupayakan terlaksananya dunia yang diharapkan (the expected world), (f) melakukan klarifikasi nilai intrinsik dari suatu nilai moral dan norma dan kehidupan secara umum (Kosasih Djahiri, 1992).
Untuk dapat melakukan pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah oleh guru saja. Pendidikan moral dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.  Meskipun demikian, umumnya disebut tiga lingkungan yang amat kondusif untuk melaksanakan pendidikan moral, yakni lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat.
 Diantara ketiganya, merujuk pada Dobbert dan Winkler (1985), lingkungan keluarga merupakan faktor dominan yang efektif dan terpenting. Peran keluarga dalam pendidikan nilai adalah mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan, dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga. Lingkungan keluarga dengan demikian menjadi lahan paling subur untuk menumbuhkembangkan pendidikan moral. 
Lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan mental serta moral anak didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan mental, moral sosial dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaannya di kelas hendaknya dipertautkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas.
C. Upaya Untuk Mengatasi Kemerosoton Moral /Ketidakseimbangan Antara Aspek Kognitif, Afektif dan Etitud
Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar.
Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu ?

Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.
Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya.

D. Tanggung Jawab Pendidikan Moral.
     1. Tanggung Jawab Keluarga.
 Didalam lingkungan keluarga,orang tua berkewajiban untuk menjaga,mendidik,memelihara,sertamembimbing dan mengarahkan dengan sungguh-sungguh dari tingkah laku atau kepribadian anak sesuai dengan syariat islam yang berdasarkan atas tuntunan atau aturan yang telah ditentukan di dakam al-qur’an dan hadist.Tugas ini merupakan tanggung jawabmasing-masing orang tua yang harus dilaksanakan.pentingnya pendidikan islam bagi tiap-tiap orang tua terhadap anak-anaknya didasarkan pada sabda rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitra.kedua orang tuanyalah yang menjadikannya nasrani,yahudi-atau-majusi-(HR.bukhari)
Pendidikan keluarga merupakan salah satu aspek penting,karena awal pembentukan dan perkembangan dari tingkah laku atau kepribadian atau jiwa seorang anak adalah melalui proses pendidikan dilingkungan keluarga.dilingkungan inilah pertama kalinya terbentuknya pola dari tingkah laku atau kepribadian seorang anak tersebut.pentingnya peran keluarga dalam proses pendidikan anak dicantumkan didalam al- Qur’an,yang mana Allah SWT berfirman dalam surah Al-furqon ayat 74,yang artinya sebagai berikut:”dan orang-orang yang berkata:”ya tuhan kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati(kami),dan jadikan lah kamiimambagi  orangorang yang bertakwa(Al-furqan:74) Selanjutnya   ,berhubungan
dengan pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak di dalam lingkungan keluarga ini juga dijelaskan Allah sesuai dengan firmannyadidalam surahAt-tamrin ayat 6, yang artinya sebagai berikut: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahannya bakarnya adalah manusia dan bat;penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya keoada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“(Q.S-At-Tamrin:6)
Jadi,di dalam proses pndidikan di dalam lingkungan keluarga masing-masing orang tua memiliki peran yang sangat besar dan penting. dalam hal ini, ada banyak aspek pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam hal membentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai dengan tuntunan al-qur’an dan hadist Rasulullah SAW. Diantara aspek-aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan(akidah), pelaksanaan-ibadah,akhlak-dan-sebagainya.
2. Tanggung jawab sekolah
 Majunya zaman mengakibatkan kita mampu untuk menyesuaikan diri, mau tidak mau kita harus bersaing menjadi yang terbaik. Keinginan untuk menjadi yang terbaik ini berdampak terhadap pola penhasuhan orang tua terhadap anaknya. Dimana tanggungjawab orangtua sebagai pendidik utama pada akhirnya melimpahan tanggung jawabnya pada pihak sekolah. Sekolah sengaja dibangun untuk tempat pendidikan kedua setelah keluarga. Sekolah berfungsi melanjutkan pendidikan keluarga dengan guru sebagai ganti orang yang harus di taati.  Seperti halnya orang tua, sekolah juga memiliki tujuan sebagai pemenuhan dari tanggungjawabnya kepada anak didik. Melihat dari kondisi cultural bangsa kita yang mayoritas memeluk agama islam maka tujuan pendidikan itu sangatlah cocok diterapkan berdasarkan pendidikan islam. Abu ahmadi mengatakan bahwa “ pancasila dimana sila pertamanya ketuhanan yang maha esa harus meruakan inti tujuan pendidikan dengan agama sebagai unsure mutlaknya , sebab itu tugas sekolah yang penting adalah membentuk manusia pancasilais sejati, yaitu manusia yang bertauhid. adanya pergantian pemerintahan orde lama manjadi orde baru pelajaran agama dapat dilaksanakan disekolah-sekolah negeri, bahkan menjadi mata pelajaran wajib.
Dengan demikian ada kesempatan yang baik untuk melaksanakan dakwah islamiah di sekolah- sekolah negeri. Sama seperti pancasila  pendidikan islam juga bertujuan
 menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran islam dengan hubungannya dengan Allah SWT dan dengan manusia sesamanya dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup didunia dan diakhirat nanti .
Dari kedua tujuan pendidikan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa tanggung jawab sekolah-antara,lain  :
1.Melanjutkan pendidikan yang telah diberikan oleh orang tua
2. Memberikan pendididkan ilmu pengetahuan dan dibarengi dengan pendidikan agama
Selanjutmya zakiah drajat mengatakan bahwa “ di sekolah guru merasa tanggung jawab terhadap pendidikan otak murid-muridnya.
Ajaran islam memerintahkan bahwa guru tidaklah hanya mengajar tetapi juga mendidik. Ia harus memberi contoh dan menjadi teladan bagi muridnya dan dalam segala mata pelajaran ia dapat menanamkan rasa keimanan dan akhlak sesuai dengan ajaran islam.
3. Tanggung jawab pemerintah
 Besarnya tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dari pemaparan tanggung jawab sekolah sebelumnya pastilah sekolah memerlukan bantuan pihak lain demi kelancaran suatu system pendidikan. Dalam hal ini pemerintahlah yang harus pertama kali memberikan perhatiannya jika rakyat atau khususnya generasi yang merupakan ujung tombak kemajuan bangsa tidak diperhatikan kesejahteraannya maka kemajuan itu tidak akan segera terwujud. Hafsoh Fadiyah mengatakan bahwa dalam islam pemerintah adalah penggungjawab atas segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (sebagai pelayan umat, bukan majikan yang menindas). Dan dalam hal ini pendidikan adalah salah satunya.  Nabi   Muhammad SAW
bersabda bahwa “ seseorang imam ( kepala Negara adalah pemimpin   yang mengatur dan memelihara ) urusan    rakyatnya maka  ia akan  diminta    pertanggungjawaban   terhadap orang-orang yang dipimpinnya itu (HR.BukharidanMuslim).








E. Kegagalan Pendidikan Moral
Reformasi dalam pelbagai bidang, utamanya yang menyangkut perubahan tatanan hukum, politik, dan ekonomi telah menjadi wacana yang hingga saat ini terus bergulir. Yang umumnya mengemuka adalah perbincangan yang mengarah pada perlunya perombakan sistem hukum, undang-undang kepartaian, peraturan-peraturan atau perundang-undangan untuk menyelenggarakan pemilu, perangkat hukum untuk mengatur kehidupan ekonomi,  sosial, dan politik, serta gencarnya retorika (bukan realita) pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Meskipun disinggung pula perlunya reformasi dalam sektor pendidikan, namun gagasan itu seperti hilang ditelan hiruk pikuknya parade gagasan reformasi hukum, ekonomi, dan politik.
 Di sela-sela gencarnya suara reformasi di pelbagai bidang itu sayup-sayup terdengar perlunya reformasi moral, akhlak, dan yang serupa nilai maknanya dengan kata-kata ini. Umumnya, gagasan semacam ini terlontar dari kalangan agamawan, moralis, dan pendidik. Argumen yang dikemukakan antara lain: krisis besar yang melanda bangsa ini sesungguhnya bermuara pada terabaikannya nilai-nilai moral, edukasional, dan keagamaan dalam kehidupan nyata. Para orang tua dinilai gagal memberikan tuntunan nilai kepada anak. Para guru dianggap gagal menanamkan budi pekerti dan hanya menitikberatkan pada aspek pengetahuan. Kaum agamawan dianggap terlampau mengajarkan dogma-dogma yang sulit diterjemahkan dalam perilaku keseharian. Ini mengakibatkan hampir seluruh sendi kehidupan bermasyarakat mengalami penyimpangan karena terkontaminasi oleh cara-cara hidup yang tidak benar di masyarakat yang telah menjadikan penyimpangan sebagai kebiasaan. Krisis besar yang menimpa bangsa Indonesia bisa jadi karena telah membudayanya praktik penyimpangan semacam ini. 
Tulisan ini bertolak dari argumen yang mengemukakan bahwa reformasi moral merupakan suatu keharusan untuk melandasi reformasi pada dimensi apapun, lebih-lebih pada sektor pendidikan. Ini mengingat bahwa jauh sebelum reformasi digulirkan, masalah-masalah moral sudah menjadi persoalan yang banyak menyita perhatian, terutama dari pendidik, alim ulama, pemuka masyarakat, dan orang tua. Meskipun usaha untuk mengatasi masalah moral telah banyak dilakukan, namun hasilnya masih belum menggembirakan.
Seperti telah dikemukakan Zakiah Daradjat lebih dua puluh tahun lalu (1977), usaha untuk menanggulangi kemerosotan moral telah banyak dilakukan, baik oleh lembaga keagamaan, pendidikan, sosial, dan instansi pemerintah. Namun kemerosotan moral semakin menjadi-jadi, tidak saja terbatas pada kota besar melainkan juga sampai ke pelosok-pelosok desa terpencil.
BAB III
KESIMPULAN


Pendidikan sangat perlu diterapkan oleh masing-masing orang tua dalam hal membentuk tingkah laku atau kepribadian anaknya yang sesuai  dengan  tuntunan
al qur’an dan hadist rasulullah SAW.
Diantara aspek aspek tersebut adalah pendidikan yang berhubungan dengan penanaman atau pembentukan dasar keimanan (akidah),pelaksanaan ibadah,akhlak,
dan sebagainya.
      Dalam lingkungan sekolah tanggung jawab dalam mendidik anak dibebankan kepada guru.tugas guru tidak hanya mendidik tetapi juga menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya.
Pemerintah memiliki juga andil yang cukup besar dalam pendidikan,karena pendidikan merupakan hak rakyat yang harus dipenuhi.yang dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan atau yang menyangkut tentang pendidikan itu sendiri.
Hal ini bertujuan agar pendidikan yang diberikan itu sesuai denagn tujuan yang telah ditetapkan semula.

Di sekolah sebagai lembaga formal juga harus memadukan antara aspek kognitif afektif dan psikomotorik dengan kata lain antara Iltelegence quetiont (IQ) Emotional Quetiont (EQ) dan Spiritual Quetiont (SQ) harus seimbang atau terintegrasi. Seorang guru jangan hanya  menjadi seorang yang hanya  mentransfer ilu pengetahuan saja  akan tetapi juga sebagai seorang pendidik yang harus menjadi suri tauladan atau contoh yang baik bagi anak didiknya .
Penanaman moral atau budi pekerti sebaiknya jangan hanya kusus atau menjadi tanggungjawab guru agama / ppkn  saja  namun harus di lakukan di pelajaran atau guru bidang studi lainya .
Penyempurnaan kurikulum terkait dengan pendidikan moral kiranya perlu untuk dilakukan dan berstandar nasional tidak sekedar menjadi mata pelajaran muatan lokal serta ikut menentukan  kelulusan seorang siswa . dan tidak kalah pentingnya dari itu semua adalah pelajaran agama aklak budi pekerti  jangan hanya sebagai ilmu pengetahuan akan tetapi betul betul bisa menjadi budaya / kultur hidup sehari hari baik di sekolah di rumah dan di masarakat.
Demikian makalah ini kami buat semoga ada manfaatnya kususnya bagi kami umumnya pada semua pembaca. Dengan segala kerendahan hati kami mohon saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini .

By Kelompok III : 1. Haryana 2. Baehaqi 3. M. Solikin 4. Munadaroh








2 komentar:

  1. Pak Haryana,
    Saya sudah dapat UU Sisdiknas, barangkali dapat dipakai untuk melengkapi makalah ini dengan mencoba compare antara Tujuan Pendidikan menurut sisdiknas dan menurut Etika Islam

    BalasHapus
  2. Dalam membangun peradaban maka perlu adanya edukasi mulai dari diri,keluarga,dan lingkungan makaa, saya setuju kesimpulan Pak haryana bahwa pendidikan moral dan agama bisa menjadi perisai dari kesesatan....

    BalasHapus